11 Tradisi Yang Masih Melekat Pada Saat Lebaran di Indonesia

11 Tradisi Yang Masih Melekat Pada Saat Lebaran di Indonesia

Tradisi Saat Lebaran

Budaya - Indonesia merupakan negara yang dominan dengan agama islam. Dalam agama islam sesudah menjalankan ibadah puasa maka akan merayakannya pada saat idul fitri atau dengan kata lain adalah lebaran.

Momen lebaran dapat dijadikan sebuah atraksi dan magnet wisatawan. Keunikan momen lebaran ini dapat dimanfaatkan oleh wisatawan asing untuk dapat menikmati keadaan atau ikut dalam salah satu tradisi hari besar islam ini. Seperti takbir keliling, menabuh bedug atau kegiatan-kegiatan lainnya.  

Ada beberapa kegiatan yang sudah menjadi tradisi lebaran bagi masyarakat Indonesia. Tradisi lebaran ini sudah terjadi secara turun-temurun sebagai warisan budaya bangsa yang masih belum terkikis oleh modernisasi jaman.

Budaya pada saat Lebaran

Berikut ini kegiatan yang sudah menjadi tradisi lebaran bagi masyarakat Indonesia:

1. Mudik

Banyaknya para perantau, baik dari luar kota maupun luar pulau untuk mencari nafkah jauh dari kampung halaman, membuat tradisi mudik tidak pernah terlewatkan di setiap Lebaran dari tahun ke tahun.

Apalagi libur lebaran umumnya lebih panjang daripada libur di hari lain, sehingga orang-orang memiliki banyak waktu untuk pulang kampung ataupun berkunjung ke sanak saudara yang berada jauh khususnya orangtua.

Mudik merupakan tradisi terbesar di hari Lebaran bagi masyarakat kita. Para pemudik bisa mencapai puluhan juta per tahun.

2. Halal Bi Halal

Halal bi halal adalah istilah untuk saling mengunjungi teman, tetangga, dan sanak saudara untuk saling ber maaf-maaf-an.

Tradisi ini bahkan juga mengikuti perkembangan jaman dengan melakukan halal bi halal melalui media online dan gadget modern. Kini banyak di antara kita yang saling bermaafan melalui handphone, media sosial, dan semacamnya.

3. Takbir keliling

Malam Lebaran selalu ditandai dengan kumandang takbir untuk merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Dan sebagai tradisi kita sering melakukan takbir keliling baik dengan menggunakan kendaraan maupun sekedar berjalan kaki. Kebersamaan masyarakat sangat terlihat di saat-saat seperti ini.

4. Menabuh bedug

Dengan bersamaan kumandang takbir, umumnya orang-orang juga akan menabuh bedug sebagai ungkapan kebahagiaan mereka. Tabuhan bedug ini dilakukan seirama sehingga membuat suasana malam lebaram semakin marak dan mengharukan.

5. Ketupat

Sepulang shalat Idul Fitri, biasanya menu sarapan berupa ketupat sudah tersaji dengan menarik. Ketupat Lebaran ini biasanya dimakan dengan opor ayam, rendang daging, semur dan kerupuk udang. Bahagia rasanya berkumpul bersama keluarga dan makan ketupat Lebaran bersama-sama.

6. Saling mengirim makanan

Saling mengirim makanan ke tetangga sebelah maupun sanak saudara yang agak jauh juga merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang.

Selain untuk tetap menjaga tali persaudaraan antar warga, tradisi ini juga menjadi ajang saling memberi kepada keluarga yang kurang mampu dan berbagi kebahagiaan di hari Lebaran.

7. THR

THR atau uang saku ini sudah menjadi tradisi untuk dibagikan kepada anak-anak kecil. Hal ini juga yang paling ditunggu-tunggu. Selain itu perusahaan-perusahaan juga akan mengeluarkan THR untuk para karyawannya. hal ini juga telah menjadi ketetapan pemerintah.

8. Tradisi Lebaran dengan baju baru

Tradisi ini sebenarnya menjadi simbol bahwa Lebaran adalah hari yang fitri dan kita terlahir seperti baru kembali. Namun bila budget Anda terbatas, jangan memaksakan tradisi ini ya.

9. Ziarah makam

Setelah lepas sholat Idul Fitri biasanya warga akan berbondong-bondong berziarah ke makam leluhur dan orangtua untuk mendoakan arwah mereka.

10. Rekreasi

Menghabiskan waktu libur lebaran biasanyasaling mengunjungi rumah saudara dan sekaligus berpergian ke tempat wisata. Tradisi ini membuat tempat-tempat wisata penuh dikunjungi orang-orang yang ingin menghabiskan waktu lebaran bersama keluarga.

11. Petasan

Meski jauh-jauh hari sudah ada himbauan dan razia, petasan tetap muncul di sana sini. Tradisi ini susah diberantas karena sudah berakar. Setiap Lebaran tiba, pasti banyak orang berjualan kembang api dan petasan. Bagi Anda yang punya bayi, jagalah agar ia tidak kaget karena petasan.

Tradisi lebaran dapat dijadikan atraksi wisata bagi wisatawan islam maupun non muslim sehingga kunjungan wisatawan asing dapat meningkat di daerah yang mempunyai potensi wisata budaya di Indonesia.

Atraksi Wisata Peupok Lemoe Aceh Besar

Atraksi Wisata Peupok Lemoe Aceh Besar

atraksi wisata aceh

Travellinkinfo - Atraksi wisata Peupok leumo atau adu sapi merupakan atraksi wisata di Aceh Besar dan Banda Aceh yang sempat menuai perbedaan pendapat karena berpotensi menjadi ajang judi saat penyelenggaraan atau sebelum penyelenggaraan. Perhelatan ini sudah ada sejak jaman dulu. Bukan hanya sebatas hiburan, kegiatan itu juga dipercaya dapat merangsang sapi-sapi tumbuh lebih sehat.

Lapangan sepakbola yang terletak di bantaran Sungai Lamnyong, dipenuhi warga yang menyaksikan peupok leumo. Dituntun pawang masing-masing, dua sapi berbobot besar siap diadu.

“Huuuaaa..” teriak juri melalui pengeras suara, tanda aksi dimulai.

Dua sapi itu langsung saling menanduk dan mendorong lawan. Sorak sorai penonton membahana menyemangati sapi andalan mereka.

“Dengan diadu, otot-otot lembu ikut bergerak. Dagingnya akan semakin padat, ini sangat menguntungkan bagi peternak,” tutur Abdul Manaf (45), warga Cot Yang, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, merangkap panitia peupok leumo.

Atraksi wisata peupok leumo punya aturan tersendiri. Setiap perhelatan, maksimal melibatkan 12 ekor sapi dengan kategori sehat, berbobot besar, dan terurus. Sapi-sapi itu dibawa oleh pemiliknya atas undangan panitia.

Selain memberi makanan padat gizi, pemilik sapi adu juga membubuhi ternaknya dengan nama-nama dalam bahasa Aceh yang memiliki kesan garang dan unik, seperti Raja Rimba, Bruang Tapa, Raja Joget, dan Sidom Itam.

Durasi pertarungan dibatasi 10 menit. Bila dalam kurun itu kedua kontestan masih bertahan, laga diputuskan seri. Kalau ada satu di antaranya lari atau menyerah, maka sapi yang bertahan dinobatkan sebagai pemenang. Tak ada penilaian secara angka.

“10 menit adalah waktu yang cocok, kalau lebih dari itu kami khawatir lembu akan kelelahan bisa menyebabkan kematian,” terang Manaf.

Sapi harus menyeruduk kepala lawan, tak diizinkan menyerang lewat samping. “Ini bisa menyebabkan lawan luka. Kalau ketentuan ini dilanggar, kontestan bisa dikeluarkan,” sebut Manaf.

Dalam bertarung, sapi dikontrol pemilik masing-masing atau diwakilkan oleh pawang. Juri dan panitia ikut mengawasi dan mengingatkan waktu dengan pengeras suara.

Tak ada penarikan undian untuk menentukan siapa lawan siapa. Di lapangan, panitia dan pemilik sapi bernegosiasi untuk menentukan lawannya. Intinya, lawan yang dipilih harus spadan, baik dari segi ukuran maupun bobot.

Sapi pemenang dalam atraksi membawa berkah tersendiri bagi pemiliknya, karena harga jualnya bisa naik hingga satu kali lipat dari harga sebelumnya.

Perhelatan peupok leumo selalu menyedot perhatian. Di tengah gencarnya hiburan ala modern, event tradisional itu tetap mendapat tempat di masyarakat. “Kami suka nontonnya, apalagi di daerah kami tidak ada seperti ini,” ujar Putra, seorang mahasiswa asal Kabupaten Aceh Utara. Meski sudah dilakukan turun temurun, namun asal usul peupok leumo belum jelas. okezone, antarafoto

Budaya Teumuntuk, Adat Kebiasaan Bagi Pengantin Baru Saat Lebaran Tiba di Aceh

Budaya Teumuntuk, Adat Kebiasaan Bagi Pengantin Baru Saat Lebaran Tiba di Aceh

Adat Aceh Teumuntuk

Teumuntuk adalah sebuah tradisi di Aceh yang dilakukan oleh pengantin baru, baik dari pengantin perempuan (bahasa Jamee disebut binie, bahasa Aceh disebut inong) dan pengantin laki-laki (bahasa Jamee disebut laki, bahasa Aceh disebut lakoe) untuk menghormati orang tua mereka, tetua desa, tetangga, handai taulan serta karib kerabat dengan saling menjabat tangan yang dilakukan saat Hari Raya Idul Fitri tiba.

Setiap orang akan menjabat tangan pasangan baru sambil memberikan mereka uang (Jamee agih kepieng; Aceh jok peng) dengan memasukkan ke dalam tangan (genggaman istri atau suami).

Dalam bahasa Jamee istilah Teumuntuk dikenal dengan nama Teumuntuak, dan beberapa wilayah Aceh lainnya menyebutnya sebagai Seuneumah. Dilihat dari segi pembentukan kata, Teumentuk merupakan kata dasar dalam bahasa Aceh dan bukan kata berimbuhan. Ini dikarenakan tidak ada kata dasar ‘muntuk’ dalam pertuturan jika kata ‘teu‘ dipisahkan.

Saat ini, tradisi Teumuntuk tetap dijalankan di beberapa wilayah di Aceh seperti, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Barat Daya dan Aceh Besar. Namun, ada juga beberapa wilayah di Aceh yang tidak melaksanakan tradisi ini.

Tradisi Teumentuk saat berlebaran sebenarnya merupakan lanjutan prosesi Teumentuk yang telah dilakukan saat prosesi peusijuk (tepung tawari) pada adat perkawinan sebelumnya, baik dari acara di pihak laki-laki yaitu Preh Dara Baro (menunggu pengantin perempuan) atau acara perkawinan dari pihak perempuan yaitu Intat Linto (menjemput sang pengantin laki-laki). Pada Teumuntuk saat acara perkawinan, salam tempel diberikan kepada pengantin baru juga oleh keluarga pihak laki-laki maupun perempuan, kerabat dan para tetangga.

Menurut Abdul Manan dalam buku Ritual Kalender Aneuk Jamee di Aceh Selatan (Studi Etnorgafi di Kecamatan Labuhan Haji Barat), beliau menyebutkan bahwa sebelum tradisi Teumuntuk diakukan, biasanya dari pihak suami akan menginformasikan kepada keluarganya, tetangga dan sahabat, bahwa pasangan keluarga baru akan melakukan tradisi Teumuntuk.

Di zaman dahulu, selama dua minggu hari raya puasa, pihak suami mengirim bahan-bahan untuk membuat kue tradisional seperti tepung ketan (Jamee tapuang sipluik; Aceh teupong leukat), gula (Jamee gulo; Aceh saka), telur (Jamee talue; Aceh boh manok), minyak kelapa (Jamee minyak karambi; Aceh minyeuk u), kelapa (Jamee karambi: Aceh boh u) dan lain-lain. Sementara itu pihak istri menyiapkan uang kertas untuk teumuntuk kepada suami, juga menyiapkan kue-kue tradisional Aceh seperti juadah, wajeb, keukarah, dodoi, meuseukat, leumang dan lain-lain.

Pada hari raya puasa, kue-kue tradisional tersebut ditempatkan dalam sebuah panci khusus yang disebut jambalomang (bungkusan yang berisi kue-kue tradisional). Semua itu kemudian dibawa ke rumah mertua istri oleh seorang dari pihak istri. Tradisi uroe raya (hari raya) seperti ini disebut meulang jajak.

Ketika rombongan keluarga istri sampai ke rumah suaminya, mereka dihidangkan dengan makanan yang telah dimasak dan ritual pengembalian jambalomang dilakukan oleh seorang wanita tua atas nama pihak saudara istri dengan pihak suami.

Pihak suami kemudian mengambil seluruh isi dari jambalomang dan menaruh uang dan pakaian di dalamnya sebagai hadiah balasan. Istri melakukan sembah dengan bersalaman dengan orang tua suami diikuti oleh anggota keluarga istri satu persatu sambil meminta izin untuk meninggalkan rumah. Setelah bersalaman, rombongan istri meninggalkan rumah suaminya dengan mengambil kembali jambalomang yang telah diisi dengan pemberian dari pihak suami.

Namun saat ini, tradisi Teumuntuk dilakukan tanpa harus membawa jambolamang. Pasangan pengantin baru cukup bersilaturrahmi ke tempat pihak keluarga suami atau sebaliknya tanpa harus disertai oleh rombongan keluarga yang lain.

Setelah kembali dari rumah suami, suami-istri mengunjungi tetangga, petua adat dan sahabat dekat mereka. Dengan kunjungan ini, mereka juga membawa kue tradisonal yang ditempatkan di dalam talam. Ketika mereka tiba, sang istri memberikan talam tersebut bagi rumah yang dikunjungi sambil bersalaman.

Ketika mereka meninggalkan rumah, tuan rumah menyalami pasangan baru dengan uang kertas. Saat mereka kembali, talam yang berisi kue-kue tradisional tadi kemudian diisi pakaian sebagai pemberian balasan untuk rumah yang dikunjungi.

Jika pasangan baru tersebut mengunjungi orang-orang yang dekat dengan mereka, mereka biasanya memberikan (kue tradisional) yang biasa mereka dan menerima kembali lebih dari apa yang mereka berikan. Namun saat ini, pemberian balasan ini sudah jarang dilakukan dengan balasan kue tradisional lagi, dan hanya cukup dengan pemberian balasan berupa uang saja.

Kebiasaan Teumuntuk merupakan sebuah adat yang memiliki pengaruh yang sangat dalam bagi masyarakat. Jika pasangan yang baru menikah tidak melaksanakan ritual ini, mereka akan merasakan pernikahan tidak lengkap dan tidak punya adat/budaya. Akan terdengar ucapan dari keluarga, tetangga dan sahabat mereka yang bertanya “mengapa kamu tidak datang ke rumah saya dan mengenalkan istri kamu kepada kami” (Aceh; Ek hana ijak dan peuturi inong jih u rumoh loen).

Hal ini sangat memalukan dan akan berakibat berita yang buruk terhadap pasangan baru dalam bermasyarakat, karena mereka tidak menjalankan tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun.

Sumber : Manan A. 2013. Ritual Kalender Aneuk Jamee di Aceh Selatan

Ciri Khas Rumah Gadang Padang, Sumatera Barat

Ciri Khas Rumah Gadang Padang, Sumatera Barat


Rumah Adat Sumatera Barat – Sumatera Barat ibukota yaitu Kota Padang. Provinsi ini terletak di sebelah barat pulau Sumatera, mirip namanya. Di bagia barat pulau ini juga masih terdapat pulau-pulau kecil lainnya.

Rumah GadangSalah satu ikon budaya dari provinsi Sumatera Barat yaitu rumah gadang. Banyak sekali keunikan yang ada di provinsi ini. Selain dari rumah adat, Padang mempunyai ciri khas daerah lain seperti budaya, tarian daerah, alat musik daerah dan masakan khas.

Kebanyakan di Sumatera Barat sebagian besar penghuninya yaitu masyarakat Suku Minangkabau. Suku ini diyakini sebagai penduduk orisinil dan mayoritas yang ada di sana dan biasa dikenal dengan orang Minang. Uniknya mempunyai ikatan dekat dengan suku Melayu yang terkenal mempunyai banyak budaya yang unik.

Nah kali ini travellink akan membahas tentang rumah gadang yang mempunyai ciri khas pada bangunan tersebut. Lebih jelasnya berikut yaitu klarifikasi perihal rumah gadang ini secara lengkap.

Rumah Gadang, Rumah Adat Sumatera Barat

Rumah Gadang memiliki banyak sebutan di masyarakat minang yaitu antara lain rumah Godang, juga biasa disebut dengan sebutan Rumah Bagonjong dan Rumah Baanjuang. Daerah Minangkabau yang diperbolehkan mendirikan rumah Gadang hanya pada daerah yang telah berstatus nagari saja.

Rumah Gadang ini mempunyai ciri khas yang sangat unik yaitu bentuk atap rumah yang melengkung mirip tanduk kerbau serat tubuh rumah yang berbentuk mirip kapal. Disebut Rumah Bagonjong alasannya yaitu bentuk atap yang runcing dan melengkung disebut Gonjong.

Sejarah Rumah Gadang

Pertama kali yang akan dibahas yaitu bagian paling unik, yaitu atap rumah Gadang. Bentuk atap rumah Gadang yang hampir mirip dengan tanduk kerbau ini sering dihubungkan dengan dongeng rakyat setempat yaitu “Tambo Alam Minangkabau”. Yang bercerita perihal kemenangan suku Minang melawan suku Jawa dalam hal laga kerbau.

Foto Rumah Gadang Padang
Foto Rumah Gadang Padang

Simbol-simbol yang mirip dengan tanduk kerbau sering digunakan, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah satunya yaitu pada pakaian adat Sumatera Barat.

Selain itu, asal usul rumah gadang juga sering dihubungkan dengan perjalanan nenek moyang orang Minang. Ceritanya, bentuk rumah gadang dibentuk mirip bentuk kapal yang dipakai nenek moyang pada zaman dahulu.

Menurut dongeng yang ada, kapal nenek moyang ini berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah hingga di suatu daerah para awak kapal turun ke darat dan kapan juga diangkat ke atas daratan.

Kapal lalu ditopang dengan kayu yang besar lengan berkuasa semoga sanggup berdiri dengan kokoh. Kapal tersebut diberi atap dengan cara menggantungkan layar pada tali yang mengait pada tiang kapal tersebut. Karena layar yang menggantung sangat berat hingga tali-talinya membentuk lengkungan yang mirip dengan gonjong.

Kapal ini menjadi tempat berteduh sementara. Selanjutnya para awak kapal membuat rumah yang mirip kapal tersebut. Setelah mereka sudah menyebar dan berketurunan, bentuk kapal yang bergonjong dijadikan sebagai pola atau ciir khas rumah mereka.

Dengan ciri khas ini mereka menjadi lebih gampang mengenali keturunan mereka. Mereka akan gampang mengetahui bahwa rumah yang mempunyai gonjong yaitu kerabat mereka. Dibalik rumah adat Sumatera Barat yang indah ini, ternyata ada filosofinya. Berikut yaitu filosofi Rumah Gadang.

Keunikan Rumah Gadang

Rumah Adat Padang ini juga mempunyai keunikan tersendiri sama mirip rumah adat lainnya di Indonesia. Berikut yaitu fakta menarik dari Rumah gadang yang belum diketahui secara umum.

1. Kondisi Ruangan Rumah Gadang

Ruangan dalam rumah gadang berbentuk empat persegi panjang. Secara keseluruhannya terbagi atas lanjar dan ruang lepas yang dibagi berdasarkan batas tiang. Tiang ini disusun dari depan ke belakang dan dari kiri ke kanan.

Jumlah lanjar rumah ini tergantung dengan luas rumah, umumnya berjumlah ganjil dari tiga hingga sebelas. Di bagian depan rumah terdapat bangunan kecil yang berfungsi sebagai menyimpan padi.

Di bagian samping terdapat anjung yang berfungsi sebagai tempat upacara ijab kabul atau upacara keagamaan lainnya. Sedangkan dapur dibangun terpisah.

2. Dekorasi Ukiran rumah gadang

Tembok bagian depan rumah terbuat dari papan yang disusun vertikal serta penuh dengan ukiran  yang unik. Sementara bagian belakang dilapisi dengan bambu. Penempatan motif gesekan yang ada tergantung pada susunan dan letak papan. Motif gesekan yang sering dipakai yaitu daun, bunga, buah dan tumbuhan lainnya.

3. Rumah gadang Anti Gempa

Uniknya lagi, rumah adat sumatera barat ini anti gempa. Rumah gadang dibangun diubahsuaikan dengan lingkungan alamnya yang rawan gema. Rumah ini dibangun dengan ditopang tiang-tiang panjang yang menjulang ke atas dan tahan dengan guncangan.

4. Rumah gadang Mirip Dengan Rumah Panggung

Bentuk rumah gadang ini dibangun membentuk mirip rumah panggung. Tinggi dari rumah panggung ini mencapai 2 meter di atas permukaan tanah. Di depan rumah mempunyai tangga yang dipakai untuk menghindari dari hewan buas.

5. Rumah gadang memiliki Empat Tiang Utama

Rumah adat sumatera barat ini mempunyai tiang utama yang berjumlah 4 dari pohon juha. Tiang ini berdiameter 40cm hingga 60cm. Sebelum dipakai sebagai tiang rumah ini, pohon juha direndam di dalam bak selama bertahun-tahun hingga menghasilkan tiang yang besar lengan berkuasa dan kokoh.

Filosofi Rumah Gadang

Gambar Rumah Gadang Sumatera Barat

Suku Minang sangat bersahabat dengan filsafah alam. Maka dari itu mereka menciptakan rumah ini tampak harmonis dengan alam di sana yang berbentuk Bukit Barisan yang bagian puncaknya melengkung yang meninggi pada tengahnya serta garis lerengnya melengkung serta mengembang ke bawah.

Kegunaan rumah gadang apabila dilihat dari segi fungsionalitasnya, garis-garis yang ada di rumah Gadang menunjukkan kesesuaian dengan alam yang tropis. Atap rumah yang lancip mempunyai kegunaan untuk memudahkan air hujan dari atas meluncur dengan baik dan membebaskan endapan air.

Bentuk rumah gadang itu dibangun dengan syarat estetika serta dinilai sesuai dengan kesatuan, keselarasan, keseimbangan dalam satu kesatuan yang saling padu. Rumah gadang dibangun bersejajar dengan arah mata angin dari utara ke selatan yang berfungsi untuk membebaskan rumah dari panas matahari dan terpaan angin yang kencang.

Dari segi filosofinya yang ternukil dalam ungkapan tetua adat yang menyatakan bahwa Rumah Gadang besar itu bukan dalam ukuran, tetapi besar fungsinya untuk kehidupan masyarakat Minang.

Mereka menyatakan bahwa fungsi rumah gadang itu untuk menyelingkupi kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau. Meliputi tempat berteduh dan kediaman keluarga, sebagai tempat tinggal, sebagai sentra melakukan banyak sekali upacara adat.

Rumah gadang merupakan bangunan yang mempunyai kegunaan untuk masyarakat Minangkabau dalam membicarakan duduk perkara mereka bersama.

Fungsi Rumah Gadang Padang

Rumah Adat Sumatera Barat bukan hanya kaya dengan makna dan filosofi, tetapi rumah ini juga mempunyai fungsi yang meliputi semua kegiatan sehari-hari masyarakat Minangkabau. Terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi adat dan fungsi keseharian. Berikut yaitu fungsi tersebut.

1. Tempat Ceremonial Upacara Adat

Sebagai rumah adat, Rumah Gadang dijadikan masyarakat Minangkabau untuk melangsungkan program adat dan program penting lain yang berkaitan dengan suku-suku lain.

Upacara-upacara yang dilakukan di rumah adat ini mirip khitan, Turun Mandi, Perkawinan, Pengangkatan Kepala Suku/ Datuak serta upacara kematian. Fungsi adat rumah gadang hanyalah temporer saja. Artinya hanya sewaktu-waktu setiap ada kegiatan saja dan tidak sehari-hari.

2. Tempat Rutinitas Kaum Perempuan

Layaknya rumah lain, rumah Gadang juga berfungsi sebagai tempat menampung kegiatan sehari-hari penghuninya. Rumah Gadang biasa dihuni oleh keluarga besar.

Di sini yang dimaksud keluarga besar yaitu ayah, ibu, serta anak perempuan. Sedangkan anak pria tidak mempunyai tempat dalam rumah Gadang. Jumlah kamar disesuaikan dengan jumlah anak wanita yang tinggal di dalamnya.

Fungsi inilah yang lebih mayoritas berlangsung di Rumah Gadang. Seperti rumah biasanya, di rumah inilah kegiatan keluarga sehari-hari terjadi. Seperti makan, berkumpul, tidur dan lainnya yang lebih sering dilakukan di samping kegiatan adat  di atas.

Jeungki Alat Penumbuk Padi Tradisional Yang Sudah Langka di Aceh

Jeungki Alat Penumbuk Padi Tradisional Yang Sudah Langka di Aceh

Selain dijadikan sebagai alat penumbuk gabah kering giling dan teupung, Jeungki bagi masyarakat Aceh terutama bagi ibu rumah tangga dan dara gampong, dapat juga dijadikan sebagai sarana olah raga

Travellink Jeungki, alias Lesung salah satu alat penumbuk padi Aceh. Dan ada juga sebagian masyarakat di wilayah pedalaman yang mempergunakan lesung ini sebagai penumbuk kopi Dulunya biasa digunakan masyarakat aceh di daerah pedesaan, dan saat ini penggunaan jeungki sudah mulai langka.

Kelangkaan itu terjadi selama menjamurnya kilang padi mini (mesin gilingan gabah ukuran kecil) di berbagai desa, sehingga ibu rumah tangga cenderung membawa gabah kering giling ke kilang mini yang prosesnya lebih cepat.

Jeungki Alat Penumbuk Padi Tradisional
Jeungki, Alat Penumbuk Padi di Aceh

Jeungki di buat dari  pohon kayu mane yang dibuat dengan bagus dan penuh dengan seni.  Panjang Jeungki 2,5 meter dengan di ujungnya dibuat alu, biasanya untuk alu kayu yang lebih lunak diujungnya dibuat lesung juga dari pohon kayu mane atau kayu lainnya.

Dulunya, tiap rumah memiliki Jeungki, karena dengan Jeungki proses penumbukan gabah (padi) lebih  murni. Lebih-lebih kalau mendekati hari lebaran, banyak ibu rumah tangga di daerah pedesaan, mulai melakukan kegiatan menumbuk tepung (top teupong) sebagai bahan baku berbagai jenis kue persiapan dalam menyambut  tamu  lebaran yang datang ke rumahnya.

Selain dijadikan sebagai alat penumbuk gabah kering giling dan teupung, Jeungki bagi masyarakat Aceh terutama bagi ibu rumah tangga dan dara gampong, dapat juga dijadikan sebagai sarana olah raga, sebab  dengan adanya sitem penumbukan padi  dalam bahasa Aceh disebut  (Rhak Jeungki) dapat menguatkan otot-otot dan gerakan anggota tubuh bagi wanita gampong secara rutin, juga menjadi sebuah penghematan ekonomi dalam rumah tangga.

Kebiasaan wanita desa ramai-ramai melakukan menumbuk tepung (top teupong) sebagai menu kue persiapan menyambut hari lebaran, dalam sebuah jeungki ada empat-sampai lima wanita bekerja secara saling membantu.

Bagi para gadis berdiri menginjak di ujung jeungki, sementara ibu rumah tangga duduk di pinggir lesung menjaga tepung sambil menghaliskan (hayak).

Dengan adanya Jeungki juga menjadi budaya saling membantu atau bekerjasama ibu rumah tangga dalam segala hal. Namun, selama langkanya Jeungki bagi wanita desa mulai renggang pula keakraban dan kebersamaan di dalam gampong.

Suatu hal paling disesalkan selama hilangnya Jeungki di Aceh, selain hilang kebersamaan dikalangan ibu rumah tangga. Juga yang paling sedih bagi anak-anak gadis desa di Aceh, banyak  tidak mengenal lagi jeungki alat penumbuk padi, selain itu para gadis juga tak mampu meracik kue.

Apalagi dalam beberapa tahun belakangan ini, menjadi kebiasaan tiap lebaran berbagai jenis kue dibeli di kota yang telah jadi diistilahkan “kue tunyok” atinya kue saat dibeli ditunuk, ini sekilo-itu dua kilo. Padahal, bagi masyarakat Aceh suatu hal seharusnya tak terjadi dan dapat menghilangkan budaya rakyat Aceh. Bahkan kue khas aceh  Timphan tidak mampu dibuat lagi. 

Sumber; acehshimbun
Tari Tor-Tor, Tarian Purba Dari Suku Batak Sumatera Utara

Tari Tor-Tor, Tarian Purba Dari Suku Batak Sumatera Utara

Tari Tor Tor - Tari tor - tor dengan nama aslinya Manortor salah satu jenis tarian purba khas suku Batak Sumatera utara. Menurut catatan sejarah, tari Tor -Tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh yang akan dipanggil, masuk ke dalam patung-patung batu yang merupakan simbol dari para leluhur.

Sesuai dengan kepercayaan mereka, patung itu kemudian dapat bergerak layaknya orang sedang menari. Gerakannya lebih kaku seperti kaki yang berjinjit-jinjit dan gerakan tangan lainnya.

Tari Tor-Tor

Tari Tor Tor Suku Batak

Jenis Tari Tor-Tor

Dalam pelaksanaan nya ada 3 jenis Tor-Tor dari  jenis perayaan adat dan istiadat serta kebudayaan yang berkembang saat ini dilakukan di masyarakat. diantaranya:

1. Tor-Tor Pangurason atau tari pembersihan

Tari ini lazimnya digelar pada waktu pesta besar. Sebelum pesta laksanakan, lokasi tempat pesta terlebih dulu dibersihkan dengan mempergunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya.

2. Tari Tor-Tor Sipitu Cawan atau tari tujuh cawan

Tari ini lazimnya dilakukan saat menyambut sebuah acara besar pada saat pengukuhan seorang raja. Tarian ini pun berasal dari 7 (tujuh) putri kayangan yang mandi di sebuah telaga puncak Gunung Pusuk Buhit dengan bersamaan datangnya piso sipitu sasarung atau pisau tujuh sarung.

3. Tari Tor-Tor Tunggal Panaluan

Jenis Tarian Tunggal Panaluan merupakan tarian budaya ritual. Lazimnya digelar apabila suatu desa dilanda musibah. Tarian ini diperankan oleh para dukun dengan tujuan agar mendapatkan jalan keluar untuk bisa menyelesaikan beragam masalah yang menimpa mereka. Karena tongkat tunggal panaluan merupakan perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah, dan Benua bawah.

Pada perkembangannya, tujuan tari ini sudah mengalami perubahan. Dulu, tarian ini dilakukan untuk seremoni saat orang tua atau ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Tapi saat ini tarian Tor-Tor lazimnya cuma dilakukan ketika menyambut para wisatawan yang datang berkunjung.

Makna Gerakan Tari Tor Tor

Tarian ini dilarang untuk dilakukan dengan sembarang gerakan. Para penarinya harus mengikuti sejumlah aturan yang sudah ada. Contohnya, ada pantangan yang di mana penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas.

Apabila itu dilakukan, maka sang penari dianggap siap menantang siapapun, baik dalam ilmu perdukunan, ilmu bela diri maupun ilmu tenaga dalam.

Pada dasarnya, ada dua gerakan dalam tari Tor-Tor yakni:

1. Gerakan Pangurdot, yaitu gerakan yang dilakukan kaki, tumit sampai bahu. Kedua, gerakan Pangeal, adalah gerakan yang dilakukan pinggang, tulang punggung sampai bahu.

2. Gerakan Pandegal, yakni gerakan tangan, telapak tangan dan jari-jarinya. Dan terakhir gerakan keempat yaitu Siangkupna, menggerakkan bagian leher. Sementara itu, ulos atau kain khas suku Batak wajib digunakan buat para penari Tor-Tor.

Menariknya, keindahan tari Tor-Tor akan nampak bila si penarinya mempunyai perasaan terhadap tujuan dari tariannya itu. Contohnya si penari melakukan tarian buat orang tua yang meninggal. Maka akan tampak tarian tersebut memiliki ‘roh’ dan dapat menggetarkan siapa saja yang menyaksikannya.

Tarian Tor-Tor juga akan tampak indah, bila si penarinya benar-benar tulus memberikan ucapan selamat datang dan rasa khidmat untuk para tamu yang datang dalam sebuah perhelatan atau penyambutan wisatawan.

Property Tari Tor Tor

Tarian purba ini memiliki perlengkapan yang harus digunakan dalam sebuah pentas tari. Tari yang ditampilkan akan memiliki ciri khas dan untuk membedakan dengan jenis tari lainnya. Setidaknya ada 6 jenis properti tari Tor Tor yang wajib digunakan dan masing-masing memiliki makna dan fungsi tersendiri.

1. Tutup Kepala

Para penari Tor Tor biasanya akan mengenakan tutup kepala atau biasanya disebut ikat kepala. Jika penarinya terdiri dari kaum wanita, selain menggunakan ikat kepala, penari juga akan ditambahkan properti lain berupa tusuk konde berwarna emas.

Properti ini bertujuan untuk menambah keanggunan dan kecantikan para penari sehingga mampu menambahkan estetika dalam tarian yang ditampilkan.

2. Busana Berbentuk Kemben

Meskipun dalam tampilan tari Tor Tor sering mengalami perbedaan, akan tetapi busana yang dikenakan penari Tor Tor mayoritas berbentuk kemben. Kemben yaitu bagian penutup dada yang berupa kain panjang, cara pemakaiannya dililitkan pada bagian dada hingga ke pinggul.

Kemudian pada bagian luarnya ditutup menggunakan baju luaran seperti rompi dan dihiasi dengan bordiran benang berwarna emas yang memberikan kesan mewah. Corak dan bordiran pada busana yang digunakan penari Tor Tor cukup banyak, sehingga tidak ada aturan atau ketentuan yang harus diterapkan.

3. Kain Slendang

Kain slendang merupakan salah satu properti tari Tor Tor yang tidak boleh ditinggalkan. Kain slendang ini bentuknya panjang dan terbuat dari kain ulos yang halus. Pemakaian selendang ini akan dislempangkan dari bagian bahu dan menjulur sampai pada bagian betis kaki.

Untuk menahan slendang agar tidak jatuh ketika melakukan gerakan tari, maka akan ditambahkan kain yang diikatkan pada pinggang.

4. Tas dari Bahan Anyaman

Ada dua jenis tarian Tor Tor dari Sumatera Utara diantaranya adalah tari Tor Tor Sepitu Cawan dan tari Tor Tor Tandok. Dalam tarian Tor Tor Tanduk membutuhkan atribut berupa tas yang terbuat dari bahan anyaman.

Meskipun tas anyaman ini tidak selalu dipakai saat menari di awal pertunjukan. Akan tetapi di penghujung tarian, tas anyaman harus disertakan untuk melakukan beberapa gerakan tari yang melibatkan tas anyaman tersebut.

5. Mangkok Kecil atau Cawan

Dalam pertunjukan tari Tor Tor Sepitu Cawan, maka penari wajib menggunakan mangkok kecil atau cawan sebagai properti pelengkap saat melakukan gerakan tarian. Biasanya cawan tersebut akan diletakkan pada tubuh penari Tor Tor mulai dari bagian atas kepala, lengan sampai dengan telapak tangan.

Bagi orang awam mungkin akan terlihat sulit untuk melakukan gerakan tarian dengan meletakkan cawan pada bagian tubuhnya. Namun bagi masyarakat Batak merupakan hal yang biasa, karena mereka sudah cukup profesional, maka atribut tersebut tidak akan jatuh ketika melakukan gerakan tarian.

6. Alat Musik Gondang Sambilan

Gondang Sembilan merupakan properti tari Tor Tor khas Batak Toba Provinsi Sumatera Utara yang digunakan untuk mengiringi musik tarian tersebut. Masyarakat Mandaling menyebutnya Gendang Sembilan, karena jumlah gendang yang dimainkan jumlahnya adasembilan. Jumlah gendang yang dimainkan merupakan jumlah terbanyak di daerah Suku Batak.

Karena jumlah gendang yang dimainkan di wilayah lainnya lebih sedikit, seperti Batak Pakpak yang hanya berjumlah delapan, Batak Simalungun memiliki tujuh buah dan yang terakhir yaitu di wilayah Batak Karo yang hanya berjumlah dua buah gendang.

Menurut analisis Togarma, Jumlah gendang yang digunakan sebagai pengiring musik tari Tor Tor berkaitan dengan pengaruh budaya Islam di Mandaling. Sedangkan untuk ukuran besar dari gendang tersebut hampir sama dengan ukuran bedug yang digunakan di masjid. Hal itu yang menunjukkan salah satu kesamaan dengan agama Islam, bahkan bunyi dari gendang juga menyerupai bunyi bedug.

Ciri khas lain dari gendang ini yaitu sebagai pelantun disebut juga dengan Maronang onang. Si pelantun Moronang onang ini biasanya dari kaum pria yang bersenandung dengan syair yang menceritakan tentang sejarah dari seseorang, berkat ataupun berbentuk doa. Alunan bersenandungnya di sesuaikan dengan suatu harapan yang diinginkan dari suatu komunitas yang mengadakan sebuah acara.

Namun, sayangnya keindahan dari budaya Tari Tor Tor beserta Gendang Sembilan semakin menghilang karena kurangnya penghargaan dari masyarakat sekitar. Bahkan sulit mencari pihak yang mampu memberikan support dan mau memberikan dana untuk diadakan pagelaran seni budaya tari Tor Tor, terutama di daerah Ibu Kota tersebut.

Hanya karena para pejuang-pejuang seni budaya Batak, Gendang Sembilan dan Tari Tor Tor masih bertahan dan berusaha untuk di lestarikan. Dari beberapa properti tari Tor-Tor dan fungsinya, semoga dapat menambah wawasan tentang budaya tari yang ada di Indonesia.

Demikianlah artikel Tari Tor-Tor yang saat ini banyak di laksanakan untuk menyambut wisatawan di sumatera utara. Tentunya wisatawan sangat menikmati tarian purba yang saat ini menjadi warisan suku batak.

Makna Gerakan dan Syair Tari Likok Pulo Dari Pulo Breuh, Aceh Besar

Makna Gerakan dan Syair Tari Likok Pulo Dari Pulo Breuh, Aceh Besar

Tаrі Lіkоk Pulо аdаlаh tаrіаn trаdіѕіоnаl уаng berasal dаrі Aсеh yang di kreasikan oleh Ulama berasal dari arab dan terdampar di Pulo Aceh, Aceh Besar.


Tarian tradisional aceh

Wisata Aceh - Tаrі Lіkоk Pulо аdаlаh tаrіаn trаdіѕіоnаl уаng berasal dаrі Aсеh. Lіkоk dаlаm bаhаѕа асеh bеrаrtі gеrаk tari, dan Pulо bеrmаknа рulаu. Pulo dі ѕіnі mеnunjuk kераdа Pulо Brеuh, рulаu уаng bеrlоkаѕі dі ѕіѕі utara Pulau Sumatera аtаu arah bаrаt daya dari рulаu Sabang.

Tаrі Lіkоk lаhіr раdа tаhun 1849 berkembang pada masa kesultanan Aceh di krеаѕіkаn oleh ulаmа tua bеrаѕаl dаrі Arаb yang tеrdаmраr dі Pulo Aсеh dan menetap di Gampong Ulee Paya.

Tаrіаn yang dibawakan oleh 12 orang penari pria іnі dіlаkѕаnаkаn sebelum dаn ѕеѕudаh kеgіаtаn menanam раdі раdа wаktu mаlаm hari, bаhkаn dapat bеrlаngѕung semalam ѕuntuk. Sеlаіn іtu dараt dimainkan dеngаn роѕіѕі duduk bersimpuh, mеmаnjаng, dаn bahu-membahu.

Dulunya tarian tradisional ini dimainkan di Desa Ulee Paya dipertunjukan di tepi pantai diatas pasir sebagai pentasnya dan hanya digelari sehelai tikar daun lontar atau pandan serta dibawakan pada malam hari sebagai hiburan rakyat sambil berdakwah.

Makna Tari Likok Pulo

Pada tari ini lеbіh mеngutаmаkаn gerakan tаngаn, bаdаn, dаn kераlа. Penari аkаn mеnуuguhkаn gerakan bagian tubuh bаgіаn аtаѕ іnі ѕесаrа ѕеrеntаk dаn tertib.

Tarian ini juga mеngаndаlkаn kеtеrаmріlаn yang hаndаl, kаrеnа ѕеlаіn mеmрunуаі kоntrаdіkѕі аntаrа ѕеѕаmа реnаrі di dalam gеrаkаnnуа juga memainkan gerakan dеngаn tеmро уаng cepat.

Gerak Tari Likok Pulo komposisinya dimulai dengan gerakan salam anggukan kepala dan tangan yang diselangi gerakan pinggul.

Ritme tarian saling membentang dan seling ke kiri dan ke kanan sambil melantunkan syair-syair pujian kepada Sang Khalik yang diiringi dengan musik Rapai dan vokalis nyanyian syair Aceh. Seorang pemain utama yang disebut ceh berada di tengah-tengah pemain. Dua orang penabuh rapa’i berada di belakang atau sisi kiri dan kanan pemain. Sedangkan gerak tari hanya memfungsikan anggota tubuh bagian atas, badan, tangan, dan kepala.

Makna gerakan Tarian Likok Pulo

  1. Olah Tubuh (Senam Irama)
  2. Ketrampilan, memerlukan konsentrasi yang mantap
  3. Kegotongroyongan
  4. Ketangkasan dan kesabaran
  5. Dramatis dan serentak dan sifat-sifat lainnya

Pakaian tarian (kostum) sama seperti pakaian Seudati yakni Celana panjang putih, baju kaos panjang juga berwarna putih, kain sesamping yang bermotif aceh, demikian pula tengkuloknya (ikat kepala) ditambah dengan kain pengikat pinggang.

Lihat Juga :

Wisata Heritage Aceh Besar, Benteng Indra Patra

Dalam tаrі іnі lаzіmnуа diiringi duа реmukul rapa’i yang bеrtеmраt dі belakang аtаu sisi kіrі dаn kаnаn реnаrі, jugа dііrіngі oleh syair tari Lіkоk уаng dilagukan. Sуаіr-ѕуаіrnуа tari Likok Pulo ini lеbіh kераdа mengisahkan kisah Nаbі Muhаmmаd SAW dаn kеluаrgаnуа.

Syair Tаrі Lіkоk Pulo

Ada beberapa syair yang didendangkan ceh dalam menggiring tarian likok ini; Bеrіkut ѕаlаh ѕаtu ѕуаіr lаgu уаng kerap didendangkan dаlаm tаrі Lіkоk Pulо, уаіtu:

Syair Likok Pertama

Hаі аnеuk nуое
Lаhеm hai аdое е………. Sаlаmu’аlаіkum     (Allаh)
Lahem hаі аdое е………. Jаmе baro trоk      (Allаh)
Lаhеm hai аdое e………. Tamong jаk ріуоh (Allаh) 
Lаhеm hаі аdое e………. Duek аtеuh tіkа    (Allаh)

Sеn hаі bаk kuѕеn 

‘Oh lheuh nyoe han lе lоеn tеm 
Lаhее lаh kuѕеn lаh 
Bak gura si hеm hаі bаk kuѕеn 
Bukon le ѕауаng loen kalon-kalon pade 
Jіроt аngеn glee rubаh mеutіmра 
Bаdаn lоеn ріjuеt mеutаmаh-tаmаh kunеng 
Lаwеt lоеn meu’en bak peh-peh dаdа 

Hеm mаlа-mаlа 
Dеungо-dеungо lоеn kіѕаh ѕаbоh habaran 
Hеm mаlа-mаlа 
Bауеun-bауеun tеurеubаng jіdоng соng jеumра 

Salu’ala Muhаmmаdіn 
Sаlu’аlа mufаrѕаlіn 
Sаhаr nabi ѕаhаr nabi 
Sаhаr nаbі wamursalin 
Allаh уа Allаh 

Jinoe lоеn kіѕаh Hаѕаn ngоеn Husen 
Yang puteh lісеn asoe ѕуurugа 
Hasan ngоеn Husen сuсо dі Nаbі 
Aneuh Tuаn Sіtі Fаtіmаh Zuhrа 

Hаі jut mаjuеt jіkurоk-kurоk gunоng 
Jіkеumеutаmоng u dаlаm dоnуа 
Urое jіkurоk mаlаm-mаlаm di ѕеbе 
Malaikat thе gеu уuе dhо teuma 

Jіnое loen kіѕаh Hаѕаn ngоеn Huѕеn 
Yаng рutеh lісеn asoe ѕуurugа 
Hаѕаn ngоеn Husen сuсо di Nabi 
Anеuh Tuаn Sіtі Fatimah Zuhrа 

I lаоt sah ila-la ombak mеh 
Ahlon kараі jih еk tron mеulumbа 
Lumbа hаі bасut tеuk 
Sаlаh lаh bukоn ѕаh lаh рhоn 
Salah mеh lаh рhоn аwаі bаk gаtа 
hai реrаhо, ѕаbаng kа patah 
Tіаng tаmоng kuala hаі сut dеk 
Kаѕеh dі ulon lеukаng bаk сut dеk 
Gаѕеh gеu tаnуое duа 

Mіlе mіlе lаhа 

Walaha еоlа 
Mile mіlе lahe 
Wаlаhа оеlе 

Lahem hai adoe е….. lаgu kа habeh 
Kamoe mеurіwаng urое jа julа 
Mеnуое nа umu gеu brі lе Tuhаn 
Bаk lаеn urое mеurumроk tеumа

Syair Kedua

Syair lain yang di dendangkan oleh ceh yakni:

Sala salamu’alaikum Bapak di kamoe
Kamoe kasampoe u Aceh Raya
Beumangat meujak beumangat meuwo
do’a keukamoe tentra negara

Malaho yo alapa ufir yula yo ala nekmat wameloe
Sayang ija pucok aron
Mubalek krong salah ragoe
Bacut nibak lon neu peu ampon hai payong nanggroe

Hanme pateh nafsu angen
Di peumeu’en di peuwahwoe
Wamale laha
Syeh Amat badron badron jalalee

Sallallah ‘Ala Muhammad selamat ya melee
Keurupheing bak sago ateung
Jak udeung jak sadeu mata

Bungong jeumpa bungong  yueng yueng
Meugantung cong kayee raya
Adek dilawan aduen
Ceutagun dalam nuraka

Sayang bungkoh tapak cato
Keu randam teumaga layang
Meuligan gapu hai teungku gadoh ie sembahyang.

Peunuto
Layei rame balei madhang 
Meu guncang di ulei paya
Lagei meu karang
Meudagang awak tuhella

Kepustakaan:

Fatimah, 2010, Panduan Mengajar Seni Tari, Jakarta: Sahala Adidayatama

foto : Acehonline

Legenda Putri Mandalika Dan Tradisi Bau Nyale di Lombok

Legenda Putri Mandalika Dan Tradisi Bau Nyale di Lombok

Tradisi Bau Nyale di Lombok

Wisata Lombok - Tradisi  Bau Nyale ini tradisi yang dimiliki suku sasak di  Lombok, salah satu tradisi yang masih di pertahankan sampai saat ini bahkan dijadikan festival tahunan untuk menarik wisatawan.

Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat sekitar yang tinggal di daerah pesisir pantai di pulau Lombok selatan, khususnya di pantai selatan Lombok Timur seperti pantai Sungkin, pantai Kaliantan, dan Kecamatan Jerowaru.

Selain itu  juga diadakan di Lombok Tengah seperti di pantai Seger, Kuta, dan pantai sekitarnya. Tradisi ini dilakukan secara rutin setiap tahunnya, dan sudah dilakukan sejak dulu, sejak sebelum abad 16, tidak diketahui kapan tepatnya, dan tradisi ini juga di lakukan secara turun temurun.

Asal Mula Tradisi Bau Nyale

Tradisi Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak yaitu, dalam bahasa Sasak, Bau yang memiliki arti menangkap sedangkan Nyale adalah nama sejenis cacing laut. Jadi bisa diartikan, tradisi ini adalah kegiatan menangkap nyale yang ada di laut.

Cacing laut yang disebut dengan Nyale ini adalah termasuk dalam filum Annelida. Nyale atau cacing ini hidup di dalam lubang-lubang batu karang yang ada dibawah permukaan laut. Aneh dan uniknya, cacing-cacing nyale ini hanya muncul ke permukaan laut hanya dua kali setahun.

Tradisi kegiatan menangkap Nyale ini dihubung-hubungkan dengan kebudayaan setempat. Tradisi ini berasal dari cerita rakyat setempat yang melatarbelakangi tentang kisah Putri Mandalika. Konon, dulunya menurut kepercayaan masyarakat Lombok, nyale merupakan jelmaan dari Putri Mandalika.

Putri Mandalika ini dikisahkan sebagai putri yang cantik dan baik budi pekertinya. Karena kecantikan dan kebaikannya, banyak raja dan pangeran yang jatuh cinta kepada putri Mandalika, dan ingin menjadikannya sebagai permaisuri. Putri Mandalika bingung untuk menentukan pilihannya. Jika Putri Mandalika memilih salah satu dari mereka, ia takut jika terjadi peperangan maka rakyat menjadi korban.

Baca Pesona Pantai Wisata Gili Trawangan di Lombok yang Harus Anda Kunjungi

Putri Mandalika yang baik hati ini tidak ingin terjadi peperangan dan rakyat sebagai korban, maka ia memutuskan untuk mengorbankan dirinya sendiri, dengan menyeburkan dirinya sendiri ke laut, dan sebelum ia menyeburkan dirinya ke laut dan ia mengatakan akan kembali suatu hari nanti.

Dan setelah ia menyeburkan diri ke laut, rambutnya yang panjang itu berubah seperti cacing nyale. Oleh sebab itulah masyarakat disini percaya bahwa cacing nyale bukanlah sekedar cacing laut biasa, tetapi mereka juga percaya nyale ini bisa kesejahteraan bagi siapa yang menangkapnya.

Legenda Putri Mandalika Dan Tradisi Bau Nyale di Lombok
Cacing Palolo, Tradisi Bau Nyale Lombok
Wisatalombokaja

Masyarakat di sini sangat meghormati dan mempercayai tradisi Bau Nyale ini, dan mereka juga percaya jika ada orang yang mengabaikannya akan mendapat kemalangan atau kesengasaraan. Mereka yakin nyale dapat membuat tanah pertanian mereka lebih subur dan mendapatkan hasil panen yang memuaskan.

Selain itu, nyale juga bisa digunakan untuk lauk pauk masyarakat sekitar, cacing nyale disini juga bisa kita gunakan sebagai obat dan keperluan lain yang bersifat magis. Namun semua ini hanyalah tradisi dan kepercayaan dari masyarakat sekitar saja.

Tradisi Bau Nyale dilakukan dua kali dalam setahun, Tradisi ini biasanya dilakukan jatuh pada bulan Februari dan Maret. Upacara penangkapan cacing nyale dibagi menjadi dua yakni dilihat dari bulan keluarnya nyale-nyale dari laut dan waktu penangkapannya.

Dilihat dari waktu penangkapan juga masih dibagi lagi menjadi jelo pemboyak dan jelo tumpah. Dilihat dari bulan keluarnya nyale dikenal dengan nyale tunggak dan nyale poto. Nyale tunggak merupakan nyale yang keluarnya pada bulan kesepuluh sedangkan nyale poto keluarnya pada bulan kesebelas.

Kebanyakan nyale-nyale keluar saat nyale tunggak. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang menangkap nyale saat bulan ke-10. Masyarakat sekitar biasanya menangkap Nyale – nyale ini pada saat menjelang subuh. Selain kita bisa menikmati keindahan wisata pantai di Lombok, tentunya kita juga bisa melihat tradisi – tradisi yang masih di jalankan oleh masyarakat sekitar.

Tak hanya itu saja, di dalam tradisi ini kita juga bisa mendapat pelajaran dengan menangkap Nyale bersama-sama kita bisa saling lebih mengenal dan saling rukun antar warganya.

Nah, itulah sekilas tradisi bau nyale yang ada di lombok. Tradisi unik ini adalah bukti bahwa Indonesia  sarat makna. mungkin dari kalian ada yang percaya atau tidak percaya, tapi setidaknya mengenal dan mempelajari tradisi akan menjadikanmu pribadi yang kaya akan wawasan. telusurindonesia, Ist/foto

12 Kerajaan Tertua di Asia Tenggara Yang Layak Diketahui #2

12 Kerajaan Tertua di Asia Tenggara Yang Layak Diketahui #2

Wisata, Travel, Tourism, Heritage, budaya, Candi, Kerajaan
Wisata Heritage Candi Prambanan

kerajaan tertua di Asia Tenggara, saat ini admin melanjutkan postingan kerajaan-kerajaan tertua di Asia Tenggara. Mau tahu, berikut kelanjutan postingan nya :

11. Wisata Sejarah Kerajaan Mataram  (1500’s – 1700’s)

Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. 

Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.

12. Wisata Sejarah Kerajaan Pattani (1516–1771)

Pattani merupakan salah satu provinsi (changwat) di selatan Thailand. Provinsi-provinsi yang bertetangga (dari arah selatan tenggara searah jarum jam) adalah Narathiwat (Menara), Yala (Jala) dan Songkhla (Senggora). Masyarakat Melayu setempat menyebut provinsi mereka, Patani Darussalam atau Patani Raya.

13. Wisata Sejarah Kerajaan Maguindanao (1520-1800)

Kesultanan Maguindanao adalah sebuah pemerintahan Melayu Islam yang memerintah sebagian Mindanao di Filipina selatan. Pengaruh kesultanan ini berkembang dari semenanjung Zamboanga ke teluk Sarangani. Di masa keemasannya, kesultanan ini memerintah seluruh Mindanao dan juga pulau-pulau yang berdekatan.

14. Wisata Sejarah Kerajaan Banten (1526–1813)

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.

15. Wisata Sejarah Kesultanan Perak (1528–sekarang)

Perak Darul Ridzuan adalah salah satu dari 14 negara bagian Malaysia dan yang terbesar kedua di Semenanjung Malaysia. Nama Perak kemungkinan berasal dari warna perak timah, sumber daya alam Perak dahulu kala.

Ibukota Perak terletak di Ipoh sedangkan ibukota kerajaannya berada di Kuala Kangsar.  Kota-kota penting lainnya termasuk Taiping dan Teluk Intan (dahulu bernama Teluk Anson).

16. Wisata Sejarah Kesultanan Johor  (1528–sekarang)

Sejarah Johor dimulai pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka. Sebelumnya daerah Johor merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, kemudian Malaka jatuh akibat penaklukan Portugal pada tahun 1511. Berdasarkan Sulalatus Salatin, setelah wafatnya Sultan Malaka, Mahmud Syah tahun 1528 di Kampar, Sultan Alauddin Syah, salah seorang putra raja Malaka, menjadikan Johor sebagai pusat pemerintahannya dan kemudian dikenal sebagai Kesultanan Johor.

17. Wisata Sejarah Kerajaan Pajang (1568–1586)

Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.

18. Wisata Sejarah Kesultanan Terengganu (1725–sekarang)

Negeri Terengganu Darul Iman adalah salah satu negara bagian Malaysia. Terengganu terletak di Pantai Timur Semenanjung Malaysia, di antara garis bujur 102.25 dengan 103.50 dan garis lintang 4 hingga 5.50. Di bagian utara dan barat lautnya berbatasan dengan Kelantan dan di bagian selatan dan barat daya berbatasan dengan Pahang.

19. Wisata Sejarah Kesultanan Selangor (Pertengahan Abad 18 –sekarang)

Negeri Selangor (juga disebut Selangor Darul Ehsan) merupakan salah satu dari tiga belas negeri yang membentuk Malaysia. Ia terletak di tengah-tengah Semenanjung Malaysia di pantai barat dan mengelilingi Kuala Lumpur dan Putrajaya. Negeri ini juga berbatasan dengan Negeri Perak di utara, Pahang di timur, Negeri Sembilan di selatan dan Selat Malaka di sebelah barat.

20. Wisata Sejarah Kesultanan Yogyakarta  (1755–sekarang)

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813.

21. Wisata Sejarah Kerajaan Champa (1485-1832)

Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan, diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832. Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang dinamakan Lin-yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192, namun hubungan antara Lin-yi dan Campa masih belum jelas.

Komunitas masyarakat Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau Hainan (Tiongkok). Bahasa Champa termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.Setelah abad ke-10 dan seterusnya, perdagangan laut dari Arab ke wilayah ini membawa pengaruh budaya dan agama Islam ke dalam masyarakat Champa.

22. Wisata Sejarah Kesultanan Palembang (1550 – 1823)

Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Islam di Indonesia yang berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera Selatan sekarang. Kerajaan ini diproklamirkan oleh Sri Susuhunan Abdurrahman dari Jawa dan dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823.

Asal Muasal Tari Guel Dari Aceh Tengah

Asal Muasal Tari Guel Dari Aceh Tengah

Wisata Budaya - Tari guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo di Aceh. Guel berarti membunyikan. Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para peneliti dan koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.
Pakaian adat Tari Guel
Pakaian Adat Gayo, Takengon
Dalam perkembangannya, tari guel timbul tenggelam, namun Guel menjadi tari tradisi terutama dalam upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya merupakan apresiasi terhadap wujud alam, lingkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama. 

Tari ini adalah media informatif, kekompakan dalam padu padan antara seni satra, musik/suara, gerak memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.

Guel tentu punya filosofi berdasarkan sejarah kelahirannya. Maka rentang 90-an tarian ini menjadi objek penelitian sejumlah surveyor dalam dan luar negeri. Pemda Aceh pernah juga menerjunkan sejumlah tim dibawah koodinasi Depdikbud (dinas pendidikan dan kebudayaan), dan tersebutlah nama Drs Asli Kesuma, Mursalan Ardy, Drs. Abdrrahman Moese, dan Ibrahim Kadir yang terjun melakukan survey yang kemudian dirasa sangat berguna bagi generasi muda, seniman, budayawan untuk menemukan suatu deskripsi yang hampir sempurna tentang tari guel.

Asal Usul Tari Guel Takengon

Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang di tanah Gayo. tari guel berawal dari mimpi seorang pemuda bernama Sengeda anak Raja Linge ke XIII. Sengeda bermimpi bertemu saudara kandungnya Bener Meria yang konon telah meninggal dunia karena pengkhianatan.

Mimpi itu menggambarkan Bener Meria memberi petunjuk kepada Sengeda (adiknya), tentang kiat mendapatkan Gajah putih sekaligus cara meenggiring Gajah tersebut untuk dibawa dan dipersembahakan kepada Sultan Aceh Darussalam. Adalah sang putri Sultan sangat berhasrat memiliki Gajah Putih tersebut.

Berbilang tahun kemudian, tersebutlah kisah tentang Cik Serule, perdana menteri Raja Linge ke XIV berangkat ke Ibu Kota Aceh Darussalam (sekarang kota Banda Aceh), memenuhi hajatan sidang tahunan Kesutanan Kerajaan. Nah, Sengeda yang dikenal dekat dengan Serule ikut dibawa serta.

Pada saat-saat sidang sedang berlangsung, Sengeda rupanya bermain-main di Balai Gading sambil menikmati keagungan Istana Sultan. Pada waktu itulah ia teringat akan mimpinya waktu silam, lalu sesuai petunjuk saudara kandungnya Bener Meria ia melukiskan seekor gajah berwarna putih pada sehelai daun Neniyun (Pelepah rebung bambu), setelah usai, lukisan itu dihadapkan pada cahaya matahari. Tak disangka, pantulan cahaya yang begitu indah itu mengundang kekaguman sang Puteri Raja Sultan. Dari lukisan itu, sang Putri menjadi penasaran dan berhasrat ingin memiliki Gajah Putih dalam wujud asli.

Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari guel berasal.

Untuk menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan meembakar kemenyan, diadakannya bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul batang kayu serta apa saja yang menghasilkan bunyi-bunyian. Sejumlah kerabat Sengeda pun melakukan gerak tari-tarian untuk memancing sang Gajah. 

Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan seperti gerakan belalai gajah, indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun dapat dijinakkan sambil diiringi rombongan.

Sepanjang perjalanan pawang dan rombongan, Gajah putih sesekali ditepung tawari dengan mungkur (jeruk purut) dan bedak hingga berhari-hari perjalanan sampailah rombongan ke hadapan Putri Sultan di Pusat Kerajaan Aceh Darussalam.

Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari guel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.

Begitu juga dalam pertunjukan atraksi Tari guel, yang sering kita temui pada saat upacara perkawinan, khususnya di Tanah Gayo, tetap mengambil spirit pertalian sejarah dengan bahasa dan tari yang indah dalam Tari guel. Reinkarnasi kisah tersebut, dalam tari guel, Sengeda kemudian diperankan oleh Guru Didong yakni penari yang mengajak Beyi (Aman Manya ) atau Linto Baroe untuk bangun dari tempat persandingan (Pelaminan). 

Sedangkan Gajah Putih diperankan oleh Linto Baroe (Pengantin Laki-laki). Pengulu Mungkur, Pengulu Bedak diperankan oleh kaum ibu yang menaburkan breuh padee (beras padi) atau dikenal dengan bertih.

Demikianlah asal usul tari guel yang merupakan tarian adat dari tanah gayo, yang sampai saat ini masih terjaga kelestariannya.
Tradisi Khanduri Apam Di Aceh Pada Buleun Apam

Tradisi Khanduri Apam Di Aceh Pada Buleun Apam

Wisata Kuliner - Khanduri Apam (Kenduri Serabi) adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh berupa pada bulan ke tujuh (buleun Apam) dalam kalender Aceh. Buleun Apam adalah salah satu dari nama-nama bulan dalam “Almanak Aceh” yang setara dengan bulan Rajab dalam Kalender Hijriah. Buleun artinya bulan dan Apam adalah sejenis makanan yang mirip serabi.


Kuliner Apam

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh untuk mengadakan Khanduri Apam pada buleun Apam. Tradisi ini paling populer di kabupaten Pidie sehingga dikenal dengan sebutan Apam Pidie. Selain di Pidie, tradisi ini juga dikenal di Aceh Utara, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lain di Provinsi Aceh.


Kegiatan toet apam (memasak apam) dilakukan oleh kaum ibu di desa. Biasanya dilakukan sendirian atau berkelompok. Pertama sekali yang harus dilakukan untuk memasak apam adalah top teupong breuh bit (menumbuk tepung dari beras nasi).


Tepung tersebut lalu dicampur santan kelapa dalam sebuahbeulangong raya (periuk besar). Campuran ini direndam paling kurang tiga jam, agar apam yang dimasak menjadi lembut. Adonan yang sudah sempurna ini kemudian diaduk kembali sehingga menjadi cair. Cairan tepung inilah yang diambil dengan aweuek/iros untuk dituangkan ke wadah memasaknya, yakni neuleuek berupa cuprok tanoh (pinggan tanah).

Dulu, Apam tidak dimasak dengan kompor atau kayu bakar, tetapi dengan on ‘ue tho (daun kelapa kering). Malah orang-orang percaya bahwa Apam tidak boleh dimasak selain dengan on ‘ue tho ini. Masakan Apam yang dianggap baik, yaitu bila permukaannya berlubang-lubang sedang bagian belakangnya tidak hitam dan rata (tidak bopeng).


Apam paling sedap bila dimakan dengan kuahnya, yang disebut kuah tuhe, berupa masakan santan dicampur pisang klat barat (sejenis pisang raja) atau nangka masak serta gula. Bagi yang alergi kuah tuhe mungkin karena luwihnya (gurih), kue Apam dapat pula dimakan bersama kukuran kelapa yang dicampur gula.


Bahkan yang memakan Apam saja (seungeApam), yang dulu di Aceh Besar disebut Apam beb. Selain dimakan langsung, dapat juga Apam itu direndam beberapa lama ke dalam kuahnya sebelum dimakan. Cara demikian disebutApam Leu’eop. Setelah semua kuahnya habis dihisap barulah Apam itu dimakan.

Apam yang telah dimasak bersama kuah tuhe siap dihidangkan kepada para tamu yang sengaja dipanggil/diundang ke rumah. Dan siapapun yang lewat/melintas di depan rumah, pasti sempat menikmati hidangan Khanduri Apam ini.


Bila mencukupi, kenduri Apam juga diantar ke Meunasah (surau di Aceh) serta kepada para keluarga yang tinggal di kampung lain. Begitulah, acara toet Apamdiadakan dari rumah ke rumah atau dari kampung ke kampung lainnya selamabuleuen Apam (bulan Rajab) sebulan penuh.


Sejarah Khanduri Apam


Tradisi Khanduri Apam ini adalah berasal dari seorang sufi yang amat miskin di Tanah Suci Mekkah. Si miskin yang bernama Abdullah Rajab adalah seorang zahid yang sangat taat pada agama Islam. Berhubung amat miskin, ketika ia meninggal tidak satu biji kurma pun yang dapat disedekahkan orang sebagai kenduri selamatan atas kematiannya.

Keadaan yang menghibakan / menyedihkan hati itu, ditambah lagi dengan sejarah hidupnya yang sebatangkara, telah menimbulkan rasa kasihan masyarakat sekampungnya untuk mengadakan sedikit kenduri selamatan di rumah masing-masing. Mereka memasak Apam untuk disedekahkan kepada orang lain. Itulah ikutan tradisi toet Apam (memasak Apam) yang sampai sekarang masih dilaksanakan masyarakat Aceh.

Selain pada buleuen Apam (bulan Rajab), kenduri Apam juga diadakan pada hari kematian. Ketika si mayat telah selesai dikebumikan, semua orang yang hadir dikuburan disuguhi dengan kenduri Apam. Apam di perkuburan ini tidak diberi kuahnya. Hanya dimakan dengan kukuran kelapa yang diberi gula (di lhok ngon u).


Khanduri Apam juga diadakan di kuburan setelah terjadi gempa hebat, seperti gempa tsunami, hari Minggu, 26 Desember 2004. Tujuannya adalah sebagai upacara Tepung Tawar (peusijuek) kembali bagi famili mereka yang telah meninggal.


Akibat gempa besar, boleh jadi si mayat dalam kubur telah bergeser tulang-belulangnya. Sebagai turut berduka-cita atas keadaan itu, disamping memohon rahmat bagi orang yang telah meninggal tersebut, maka diadakanlah khanduri Apam tersebut.

Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa latar belakang pelaksanaan kenduri apam pada mulanya ditujukan kepada laki-laki yang tidak shalat Jum’at ke mesjid tiga kali berturut-turut, sebagai dendanya diperintahkan untuk membuat kue apam sebanyak 100 buah untuk diantar ke mesjid dan dikendurikan (dimakan bersama-sama) sebagai sedekah.


Dengan semakin seringnya orang membawa kue apam ke mesjid akan menimbulkan rasa malu karena diketahui oleh masyarakat bahwa orang tersebut sering meninggalkan shalat Jum’at
:iloveaceh